Makin tua usia bumi sementara semakin banyak manusia mengeksploitasi sumber daya alam tanpa perhitungan matang sudah pasti mengakibatkan kerusakan alam bertambah mengkhawatirkan. Cuaca panas akibat pemanasan global juga merupakan salah satu bukti bahwa telah terjadi ketidakseimbangan antara alam dan kehidupan manusia.
Menurut Reader’s Digest, planet bumi sebenarnya terdiri dari 70 persen bagian terisi air, tetapi hanya 3% saja yang segar air yang dapat dikonsumsi oleh manusia.
Ditambah cuaca panas akhir-akhir ini, para ahli mulai merilis data dari hasil penelitian mengenai beberapa kota di dunia yang diprediksi bakal kehabisan air minum di masa depan. Seramnya, ibukota Indonesia, Jakarta, disebut-sebut bakal menjadi salah satu di antaranya.
Beberapa kota yang masuk dalam list antara lain:
Cape Town, Afrika Selatan
Tahun 2018 lalu Cape Town mengalami krisis air akibat curah hujan sedikit serta simpanan air di bendungan rendah. Apalagi Cape Town punya tantangan besar dalam hal meningkatnya populasi, pencemaran sungai, kebocoran dari infrastruktur yang menua, sampai fasilitas pengolahan air limbah tak memadai.
Kairo, Mesir
Mesir memasok 90 persen kebutuhan airnya dari Sungai Nil, di mana pasokan itu mulai berkurang sebab Etiopia diketahui membangun bendungan di hulu sungai tersebut.
Jakarta, Indonesia
Ketika terjadi hujan, air yang banyak tercurah dari langit sebagian besarnya tidak bisa meresap dalam tanah karena banyaknya beton-beton yang mencegah air merembes ke tanah. Selain itu air dari hasil pegolahan juga terhitung mahal, sehingga lebih dari separuh penduduk Jakarta terpaksa menggali sumur di rumah dan gedung masing-masing, padahal penggalian sumur ilegal berpotensi membuat batu dan tanah runtuh.
Kota Meksiko, Meksiko
Pertumbuhan 100 kali lipat dari ukuran geografis dan tujuh kali lipat populasi antara tahun 1950-2010 membuat ibu kota Meksiko membuat danau hilang keberadaannya, sekaligus merusak akuifer bawah tanahnya. Tercatat sekitar 40 persen pasokan air di Kota Meksiko dikirim dari daerah lain yang jauh, serta seringkali sebagian besar air dari pipa yang mengalirkannya hilang kakibat kebocoran serta pencurian.
Sao Paulo, Brasil
Beberapa tahun lalu, tepatnya 2014 dan 2015, São Paulo mendeklarasikan keadaan darurat karena reservoir airnya hanya menampung 5 persen dari jumlah maksimum, di mana hanya cukup untuk memasok kota selama sekitar satu bulan. Penyebabnya ialah deforestasi hutan hujan Amazon yang berkontribusi pada rendahnya curah hujan. Walaupun sebenarnya krisis sudah dinyatakan berakhir pada 2016, di masa depan dikhawatirkan bisa terjadi lagi.
Beijing, Cina
Cina menggelontorkan dana puluhan miliar dolar US sejak 2014 demi membuat saluran agar air yang dikirim dari pedesaan bagian selatan agar bisa mengalir ke Beijing di Utara. Tetapi ketika populasi terus bertambah dan petani kehilangan sumber daya air yang berharga demi penduduk kota, tentu mulai harus dipikirkan cara lain yang lebih efektif.
Chennai, India
Kekeringan hebat melanda setidaknya enam danau di sekitar Chennai pada tahun 2014 yang mengakibatkan kekurangan air bersih hingga saat ini.
Los Angeles, California, Amerika Serikat
Curah hujan kota Los Angeles sekitar 80 persennya berakhir di laut dan tak bisa dinikmati penduduk, sebab sebelumnya sistem drainase dibangun untuk mencegah banjir.
Dhaka, Bangladesh
Sejak 2016 diketahui permukaan air tanah di ibu kota Bangladesh turun 200 kaki dari titik sejak 50 tahun sebelumnya, di mana diperkirakan bakal turun terus sembilan kaki setiap tahun. Dikhawatirkan, pemompaan air secara berlebihan hanya akan menyisakan sedikit air bersih untuk masyarakat di luar kota.
Bangladesh, India
Pembangunan perkotaan di wilayah yang dikenal sebagai Silicon Valley of India sejak 2000-an telah ini menutup ratusan danau dan membuat air hujan tercegah meresap ke dalam air tanah.
Melbourne, Australia
Tidak seimbangnya pertumbuhan penduduk dengan perubahan iklim menerbitkan laporan Melbourne Water dengan perkiraan bahwa kota tersebut akan menggunakan air lebih banyak dari yang mampu disuplai bendungan pada awal 2028.