Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, sebagaimana dilansir The Guardian, menyatakan bahwa laporan tersebut sejatinya menjadi penanda bahwa manusia telah gagal mengatasi masalah iklim (climate change).

Tahun 2021 disebutkan oleh Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) merupakan tahun yang memecahkan rekor untuk tanda krisis iklim. Hal itu disampaikan dalam rilis laporan di State of the Global Climate 2021.

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, sebagaimana dilansir The Guardian, menyatakan bahwa laporan tersebut sejatinya menjadi penanda bahwa manusia telah gagal mengatasi masalah iklim (climate change).

Bersama pernyataannya ia juga kembali mendorong soal energi terbarukan. Menurutnya, satu-satunya masa depan yang berkelanjutan adalah yang terbarukan.

“Kabar baiknya garis hidup tepat di depan kita. Angin dan Matahari sudah tersedia dalam banyak kasus lebih murah daripada batu-bara dan bahan bakar fosil lain. Jika kita bertindak bersama, transformasi energi terbarukan dapat menjadi proyek perdamaian pada abad 21,” demikian dikatakan Guterres dikutip dari Popsci, Jumat (20/5/2022).

Laporan itu mengevaluasi dampak global pada iklim dalam enam hal yaitu atmosfer, daratan, lautan, air beku bumi disebut kriosfer, peristiwa ekstrem dan risiko serta solusi. Sementara itu ada empat indikator pemanasan global yang mencetak rekor baru tahun lalu, yakni gas rumah kaca, kenaikan permukaan laut, panas laut, dan pengasaman laut.

Tahun 2020 lalu konsentrasi karbon dioksida diketahui mencapai rekor baru dengan 413,2 bagian per juta atau 149% dari tingkat pra-industri. Lalu terjadi peningkatan lagi di tahun 2021 dan awal 2022, di mana terjadi kenaikan rata-rata 4,5 milimeter per tahun pada tahun lalu.

Di wilayah perairan juga diketahui laut lebih hangat dan tingkat pH lautan sangat rendah, yang artinya kondisinya lebih asam dari sebelumnya. Dalam tujuh tahun terakhir, menurut WMO merupakan rekor untuk suhu terpanas.

Keadaan iklim dunia tersebut tentunya membuat Perjanjian Paris akan gagal dipenuhi, di mana dicanangkan akan menjaga pemanasan 1,5 hingga 2 derajat Celcius. Keadaan ini juga membuat masyarakat perlu berinvestasi pada sistem yang lebih baik untuk mendeteksi dan memprediksi peristiwa cuaca ekstrem.

Hal tersebut juga diyakini oleh Sekretaris Jenderal WMO Petteri Taalas. “Sudah ditunjukkan dalam beberapa laporan salah satu cara paling ampuh beradaptasi dengan perubahan iklim adalah berinvestasi dalam layanan peringatan dini,” ungkapnya.

“Dengan memiliki layanan peringatan dini yang lebih baik, kita bisa menghindari kerugian ekonomi dan manusia”, ungkapnya.